Biografi
Rene Dercates
Rene
Dercates dilahirkan di desa la Haye-lah 1598 Prancis. Ia merupakan seorang
tokoh filsafat yang beragama Katolik. Ayah Descartes merupakan ketua parlemen
Inggris dan memiliki tanah yang cukup luas. Setelah ayahnya meninggal,
Descartes mewarisi tanah tersebut, ia menjual tanah warisan itu dan
menginvestasikan uangnya dengan pendapatan enam atau tujuh ribu franc per
tahun. Dia mengecam pendidikan matematika modern di sebuah universitas yang
bernama Jesuit di La Flѐche pada tahun 1604-1612, yang nampaknya telah
memberikan dasar-dasar matematika modern yang lebih baik daripada yang bisa
diperolehnya di kebanyakan universitas pada saat itu.(Russell. 2004. 733).
Setelah pindah ke Paris pada tahun 1612 – karena bosan dengan kehidupan sosial
di Paris – dia mengasingkan diri di daerah terpencil yang bernama Fauborg St.
Germain untuk menekuni geometri.
Namun
teman-temannya berhasil menemukanya, maka untuk lebih menyembunyikan diri ia
mendaftar sebagai tentara Belanda. Ketika Belanda dalam keadaan damai, dia
tampak menikmati meditasinya selama 2 tahun. Akan tetapi meletusnya perang
Bavaria pada tahun 1619 mendorongnya untuk kembali mendaftarkan diri sebagai
seorang tentara. Di Bavaria inilah selama musim dingin 1619-1620 ia mendapatkan
pengalaman yang dituangkanya ke dalam buku Discourse de la Mѐthode. Karena
cuaca dingin, pada pagi hari ia masuk ke dalam perapian (stove) dan berdiam
diri di sana sepanjang hari untuk bermeditasi. (Russell. 2004. 733). Menurut
ceritanya sendiri, setengah filsafatnya telah selesai ketika dia keluar, akan
tetapi pernyataan tersebut masih belum dapat dipahami karena terlalu harfiah.
Socratees dahulu bermeditasi sepanjang hari ketika musim dingin dan bersalju,
akan tetapi Descartes hanya bekerja ketika tubuhnya merasa hangat.Pada tahun 1628 dia kembali menjadi
tentara untuk menyerbu La Rochelle, kubu pertahanan Huguenot; ketika perang ini
selesai dia memutuskan untuk tinggal di Belanda.
Dia tinggal
di Belanda selama dua puluh tahun (1629-1649). Descartes sebenarnya ingin hidup
damai. Hal ini terbukti dengan kedekatanya akan kaum gerejawan, khususnya kaum
Jesuit – demi kepentingan-kepentingan gereja itu sendiri, maupun kepentingan
Descartes – untuk mengurangi kebencianya terhadap sains modern. Melalui Chanur,
seorang duta besar Prancis di Stockholm, Descartes berkorespondensi dengan Ratu
Christina di Swedia. Descartes mengirimi sang ratu dengan karya-karyanya.
Tulisan ini mendorong Ratu Christina untuk mengundang Descartes datang ke istana.
Akhirnya
pada tahun 1649 Descartes datang ke istana dan dijemput oleh pasukan Ratu
Christina. Ratu ingin memperoleh pelajaran dari Descartes, tetapi Ratu tidak
meluangkan waktu kecuali pukul lima pagi. Bangun pagi pada musim dingin di
Skandanavia bukanlah hal yang baik bagi seorang laki-laki lembut. Chanur sakit
keras dan Descartes merawatnya. Duta besar ini sembuh, tetapi sebaliknya
Descartes yang sakit dan akhirnya meninggal pada tahun 1650. Descartes tidak
pernah menikah, akan tetap dia mempunyai seorang anak perempuan kandung yang
meninggal pada usia lima tahun.
Hasil-Hasil dari Pokok Pikiran
Descartes
1.
Metode Keraguan (Skeptisme)
Metode ini diistilahkan dengan Cogito Ergo Sum atau yang lebih
dikenal dengan “aku berpikir, maka aku ada” merupakan sebuah pemikiran yang ia
hasilkan melalui sebuah meditasi keraguan yang mana pada awalnya Descartes
digelisahkan oleh ketidakpastian pemikiran Skolastik dalam menghadapi
hasil-hasil ilmu positif renaissance. Oleh karena itu untuk memperoleh
kebenaran pasti, Descartes pun mempunyai metode sendiri. Itu terjadi karena
Descartes berpendapat bahwa dalam mempelajari filsafat diperlukan metode
tersendiri agar hasil-hasilnya benar-benar logis.
Cogito dimulai dari metode
penyangsian. Metode penyangsian ini dijalankan seradikal mungkin. Oleh
karenanya kesangsian ini harus meliputi seluruh pengetahuan yang dimiliki,
termasuk juga kebenaran-kebenaran yang sampai kini dianggap pasti (misalnya
bahwa ada suatu dunia material, bahwa saya mempunyai tubuh, bahwa tuhan ada). Kalau
terdapat suatu kebenaran yang tahan dalam kesangsian yang radikal itu, maka
itulah kebenaran yang sama sekali pasti dan harus dijadikan fundamen bagi
seluruh ilmu pengetahuan. Dan Descartes tidak dapat meragukan bahwa ia sedang
berfikir. Maka, Cogito ergo sum: saya yang sedang menyangsikan,ada.
Itulah kebenaran yang tidak dapat disangkal, betapa pun besar usahaku.
Apa sebab kebenaran ini
bersifat sama sekali pasti?. Karena beliau mengerti itu dengan jelas dan
terpilah-pilah (Inggris: clearly and distinctly). Jadi, hanya yang saya
mengerti dengan jelas dan terpilah-pilah harus diterima sebagai benar. Itulah
norma untuk menentukan kebenaran.
2.
Analytic Geometry
Menurut Donder (2010:
207) penemuan Descartes dalam ilmu pasti ialah sistem koordinat yang terdiri
dari dua garis lurus X dan Y dalam bidang datar. Garis X letaknya horizontal
dan disebut absis atau sumbu X, sedangkan garis Y letaknya tegak lurus pada
sumbu X, hal ini sering disebut orthogonal
coordinate system. Pentingnya sistem yang dikemukakan Descartes ini
terletak pada hubungan yang diciptakannya antara ilmu ukur bidang datar dengan
aljabar.
3.
Ide-Ide Bawaan
Karena kesaksian apa
pun dari luar tidak dapar dipercayai, maka menurut Descartes beliau mesti
mencari kebenaran-kebenaran dalam diri beliau dangan menggunakan norma tadi.
Kalau metode dilangsungkan demikian, apakah hasilnya? Descartes berpendapat
bahwa dalam diri beliau terutama dapat ditemukan tiga “ide bawaan” (Inggris: innate
ideas). Ketiga ini yang sudah ada dalam diri beliau sejak beliau lahir
masing-masing ialah pemikiran, Tuhan, dan keluasan.
a.
Pemikiran
Sebab saya memahami diri saya sebagai
makhluk yang berfikir, harus diterima juga bahwa pemikiran merupakan hakikat
saya.
b.
Tuhan sebagai wujud
yang sama sekali sempurna
Karena saya mempunyai ide sempurna,
mesti ada suatu penyebab sempuna untuk ide itu karena akibat tidak bisa
melebihi penyebabnya. Wujud yang sempurna itu tidak lain daripada Tuhan.
c.
Keluasan
Materi sebagai keluasan atau ekstensi (extension),
sebagaimana hal itu dilukiskan dan dipelajari oleh ahli-ahli ilmu ukur.
4.
Substansi
Descartes menyimpulkan
bahwa selain Tuhan, ada dua subtansi: Pertama, jiwa yang hakikatnya
adalah pemikiran. Kedua, materi yang hakikatnya adalah keluasan. Akan
tetapi, karena Descartes telah menyangsikan adanya dunia di luar aku, ia
mengalami banyak kesulitan untuk membuktikan keberadaannya. Bagi Descartes,
satu-satunya alasan untuk menerima adanya dunia materiil ialah bahwa Tuhan akan
menipu saya kalau sekiranya ia memberi saya ide keluasan, sedangkan di
luar tidak ada sesuatu pun yang sesuai dengannya. Dengan demikian, keberadaan
yang sempurna yang ada di luar saya tidak akan menemui saya, artinya ada dunia
materiil lain yang keberadaannya tidak diragukan, bahkan sempurna.
5.
Manusia
Menurut Abidin (2003:
48) menyatakan bahwa, Descartes memandang manusia sebagai makhluk dualitas.
Manusia terdiri dari dua substansi: jiwa dan tubuh. Jiwa adalah pemikiran dan
tubuh adalah keluasan. Sebenarnya, tubuh tidak lain dari suatu mesin yang
dijalankan oleh jiwa. Karena setiap substansi yang satu sama sekali terpisah
dari substansi yang lain, sudah nyata bahwa Descartes menganut suatu dualisme
tentang manusia. Itulah sebabnya, Descartes mempunyai banyak kesulitan untuk
mengartikan pengaruh tubuh atas jiwa dan sebaliknya, pengaruh jiwa atas tubuh.
Kali ini beliau mengatakan bahwa kontak antara tubuh dan jiwa berlangsung dalam
grandula pinealis (sebuah kelenjar kecil yang letaknya di bawah otak
kecil). Akan tetapi, akhirnya pemecahan ini tidak memadai bagi Descartes
sendiri.
DAFTAR SUMBER
https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/09/21/filsafat-rene-descartes/
http://gedeagastya.blogspot.co.id/2013/07/rene-descartes-kajian-tentang-riwayat.html
DAFTAR SUMBER
https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/09/21/filsafat-rene-descartes/
http://gedeagastya.blogspot.co.id/2013/07/rene-descartes-kajian-tentang-riwayat.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar