Sabtu, 29 April 2017

Pemikiran Schopenhauer

Arthur Schopenhauer adalah seorang filsuf Jerman yang melanjutkan tradisi filsafat pasca-Kant. Schopenhauer lahir di Danzig pada tahun 1788. Ia menempuh pendidikan di Jerman, Perancis, dan Inggris. Ia mempelajari filsafat di Universitas Berlin dan mendapat gelar doktor di Universitas Jena pada tahun 1813. Ia menghabiskan sebagian besar hidupnya di Frankfurt, dan meninggal dunia di sana pada tahun 1860.
Dalam perkembangan filsafat, Schopenhauer dipengaruhi dengan kuat oleh Imanuel Kant dan juga pandangan Buddha. Pemikiran Kant nampak di dalam pandangan Schopenhauer tentang dunia sebagai ide dan kehendak. Kant menyatakan bahwa pengetahuan manusia terbatas pada bidang penampakan atau fenomena, sehingga benda-pada-dirinya-sendiri (das Ding an sich) tidak pernah bisa diketahui manusia. Misalnya, apa yang manusia ketahui tentang pohon bukanlah pohon itu sendiri, melainkan gagasan orang itu tentang pohon.[2] Schopenhauer mengembangkan pemikiran Kant tersebut dengan menyatakan bahwa benda-pada-dirinya-sendiri itu bisa diketahui, yakni "kehendak".

Pemikiran Filosofis Arthur Schopenhauer
Filsafat Keinginan
Schopenhauer memberikan fokus kepada investigasinya terhadap motivasi seseorang. Sebelumnya, filsuf terkemuka Hegel telah mempopulerkan konsep Zeitgeist, ide bahwa masyarakat terdiri atas kesadaran akan kolektifitas yang digerakkan di dalam sebuah arah yang jelas. Schopenhauer memfokuskan diri untuk membaca tulisan-tulisan dua filsuf terkemuka pada masa kuliahnya, yaitu Hegel dan Kant. Schopenhauer sendiri mengkritik optimisme logika yang dijelaskan oleh kedua filsuf terkemuka tersebut dan kepercayaan mereka bahwa manusia hanya didorong oleh keinginan dasar sendiri, atau Wille zum Leben (keinginan untuk hidup) yang diarahkan kepada seluruh manusia.
Schopenhauer sendiri berpendapat bahwa keinginan manusia adalah sia-sia, tidak logika, tanpa pengarahan dan dengan keberadaan, juga dengan seluruh tindakan manusia di dunia. Schopenhauer berpendapat bahwa keinginan adalah sebuah keberadaan metafisikal yang mengontrol tindak hanya tindakan-tindakan individual, agent, tetapi khususnya seluruh fenomena yang bisa diamati. Keinginan yang dimaksud oleh Schopenhauer ini sama dengan yang disebut dengan Kant dengan istilah sesuatu yang ada di dalamnya sendiri.
Pandangan filosofis Schopenhauer melihat bahwa hidup adalah penderitaan. Schopenhauer menolak kehendak. Apalagi dengan kehendak untuk membantu orang menderita. Ajaran Schopenhauer menolak kehendak untuk hidup dan segala manifestasinya, namun ia sediri takut dengan kematian. I'AM STAYING HERE
Keputusan dan Hukuman
Schopenhauer menjelaskan seseorang yang hendak mengambil keputusan. Menurut dia, ketika kita mengambil keputusan, kita akan diperhadapkan dengan berbagai macam akibat. Oleh sebab itu, keputusan yang diambil memiliki alasan atau dasar. Keputusan-keputusan ini menjadi tidak bebas lagi bagi si pemilihnya. Pemilih itu harus diperhadapkan kepada beberapa akibat dalam sebuah keputusan. Segala tindakan yang dilakukan seseorang merupakan kebutuhan dan tanggung jawabnya. Segala kebutuhan dan tanggung jawab itu pun sudah dibawa sejak lahir dan bersifat kekal. Schopenhauer juga menegaskan jika tidak ada keinginan bebas, haruskah kejahatan dihukum?


Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Arthur_Schopenhauer

Jumat, 07 April 2017

TUGAS ONLINE 1 FILSAFAT : HASIL-HASIL DARI POKOK PIKIRAN RENE DESCARTES



Biografi Rene Dercates
Rene Dercates dilahirkan di desa la Haye-lah 1598 Prancis. Ia merupakan seorang tokoh filsafat yang beragama Katolik. Ayah Descartes merupakan ketua parlemen Inggris dan memiliki tanah yang cukup luas. Setelah ayahnya meninggal, Descartes mewarisi tanah tersebut, ia menjual tanah warisan itu dan menginvestasikan uangnya dengan pendapatan enam atau tujuh ribu franc per tahun. Dia mengecam pendidikan matematika modern di sebuah universitas yang bernama Jesuit di La Flѐche pada tahun 1604-1612, yang nampaknya telah memberikan dasar-dasar matematika modern yang lebih baik daripada yang bisa diperolehnya di kebanyakan universitas pada saat itu.(Russell. 2004. 733). Setelah pindah ke Paris pada tahun 1612 – karena bosan dengan kehidupan sosial di Paris – dia mengasingkan diri di daerah terpencil yang bernama Fauborg St. Germain untuk menekuni geometri.
Namun teman-temannya berhasil menemukanya, maka untuk lebih menyembunyikan diri ia mendaftar sebagai tentara Belanda. Ketika Belanda dalam keadaan damai, dia tampak menikmati meditasinya selama 2 tahun. Akan tetapi meletusnya perang Bavaria pada tahun 1619 mendorongnya untuk kembali mendaftarkan diri sebagai seorang tentara. Di Bavaria inilah selama musim dingin 1619-1620 ia mendapatkan pengalaman yang dituangkanya ke dalam buku Discourse de la Mѐthode. Karena cuaca dingin, pada pagi hari ia masuk ke dalam perapian (stove) dan berdiam diri di sana sepanjang hari untuk bermeditasi. (Russell. 2004. 733). Menurut ceritanya sendiri, setengah filsafatnya telah selesai ketika dia keluar, akan tetapi pernyataan tersebut masih belum dapat dipahami karena terlalu harfiah. Socratees dahulu bermeditasi sepanjang hari ketika musim dingin dan bersalju, akan tetapi Descartes hanya bekerja ketika tubuhnya merasa hangat.Pada tahun 1628 dia kembali menjadi tentara untuk menyerbu La Rochelle, kubu pertahanan Huguenot; ketika perang ini selesai dia memutuskan untuk tinggal di Belanda.
Dia tinggal di Belanda selama dua puluh tahun (1629-1649). Descartes sebenarnya ingin hidup damai. Hal ini terbukti dengan kedekatanya akan kaum gerejawan, khususnya kaum Jesuit – demi kepentingan-kepentingan gereja itu sendiri, maupun kepentingan Descartes – untuk mengurangi kebencianya terhadap sains modern. Melalui Chanur, seorang duta besar Prancis di Stockholm, Descartes berkorespondensi dengan Ratu Christina di Swedia.  Descartes mengirimi sang ratu dengan karya-karyanya. Tulisan ini mendorong Ratu Christina untuk mengundang Descartes datang ke istana.
Akhirnya pada tahun 1649 Descartes datang ke istana dan dijemput oleh pasukan Ratu Christina. Ratu ingin memperoleh pelajaran dari Descartes, tetapi Ratu tidak meluangkan waktu kecuali pukul lima pagi. Bangun pagi pada musim dingin di Skandanavia bukanlah hal yang baik bagi seorang laki-laki lembut. Chanur sakit keras dan Descartes merawatnya. Duta besar ini sembuh, tetapi sebaliknya Descartes yang sakit dan akhirnya meninggal pada tahun 1650. Descartes tidak pernah menikah, akan tetap dia mempunyai seorang anak perempuan kandung yang meninggal pada usia lima tahun.

Hasil-Hasil dari Pokok Pikiran Descartes
1.      Metode Keraguan (Skeptisme)
Metode ini diistilahkan dengan Cogito Ergo Sum atau yang lebih dikenal dengan “aku berpikir, maka aku ada” merupakan sebuah pemikiran yang ia hasilkan melalui sebuah meditasi keraguan yang mana pada awalnya Descartes digelisahkan oleh ketidakpastian pemikiran Skolastik dalam menghadapi hasil-hasil ilmu positif renaissance. Oleh karena itu untuk memperoleh kebenaran pasti, Descartes pun mempunyai metode sendiri. Itu terjadi karena Descartes berpendapat bahwa dalam mempelajari filsafat diperlukan metode tersendiri agar hasil-hasilnya benar-benar logis.
Cogito dimulai dari metode penyangsian. Metode penyangsian ini dijalankan seradikal mungkin. Oleh karenanya kesangsian ini harus meliputi seluruh pengetahuan yang dimiliki, termasuk juga kebenaran-kebenaran yang sampai kini dianggap pasti (misalnya bahwa ada suatu dunia material, bahwa saya mempunyai tubuh, bahwa tuhan ada). Kalau terdapat suatu kebenaran yang tahan dalam kesangsian yang radikal itu, maka itulah kebenaran yang sama sekali pasti dan harus dijadikan fundamen bagi seluruh ilmu pengetahuan. Dan Descartes tidak dapat meragukan bahwa ia sedang berfikir. Maka, Cogito ergo sum: saya yang sedang menyangsikan,ada. Itulah kebenaran yang tidak dapat disangkal, betapa pun besar usahaku.
Apa sebab kebenaran ini bersifat sama sekali pasti?. Karena beliau mengerti itu dengan jelas dan terpilah-pilah (Inggris: clearly and distinctly). Jadi, hanya yang saya mengerti dengan jelas dan terpilah-pilah harus diterima sebagai benar. Itulah norma untuk menentukan kebenaran.

2.      Analytic Geometry
Menurut Donder (2010: 207) penemuan Descartes dalam ilmu pasti ialah sistem koordinat yang terdiri dari dua garis lurus X dan Y dalam bidang datar. Garis X letaknya horizontal dan disebut absis atau sumbu X, sedangkan garis Y letaknya tegak lurus pada sumbu X, hal ini sering disebut orthogonal coordinate system. Pentingnya sistem yang dikemukakan Descartes ini terletak pada hubungan yang diciptakannya antara ilmu ukur bidang datar dengan aljabar.

3.      Ide-Ide Bawaan
Karena kesaksian apa pun dari luar tidak dapar dipercayai, maka menurut Descartes beliau mesti mencari kebenaran-kebenaran dalam diri beliau dangan menggunakan norma tadi. Kalau metode dilangsungkan demikian, apakah hasilnya? Descartes berpendapat bahwa dalam diri beliau terutama dapat ditemukan tiga “ide bawaan” (Inggris: innate ideas). Ketiga ini yang sudah ada dalam diri beliau sejak beliau lahir masing-masing ialah pemikiran, Tuhan, dan keluasan.
a.       Pemikiran
Sebab saya memahami diri saya sebagai makhluk yang berfikir, harus diterima juga bahwa pemikiran merupakan hakikat saya.
b.      Tuhan sebagai wujud yang sama sekali sempurna
Karena saya mempunyai ide sempurna, mesti ada suatu penyebab sempuna untuk ide itu karena akibat tidak bisa melebihi penyebabnya. Wujud yang sempurna itu tidak lain daripada Tuhan.
c.       Keluasan
Materi sebagai keluasan atau ekstensi (extension), sebagaimana hal itu dilukiskan dan dipelajari oleh ahli-ahli ilmu ukur.

4.      Substansi
Descartes menyimpulkan bahwa selain Tuhan, ada dua subtansi: Pertama, jiwa yang hakikatnya adalah pemikiran. Kedua, materi yang hakikatnya adalah keluasan. Akan tetapi, karena Descartes telah menyangsikan adanya dunia di luar aku, ia mengalami banyak kesulitan untuk membuktikan keberadaannya. Bagi Descartes, satu-satunya alasan untuk menerima adanya dunia materiil ialah bahwa Tuhan akan menipu saya kalau sekiranya ia memberi saya ide keluasan, sedangkan di luar tidak ada sesuatu pun yang sesuai dengannya. Dengan demikian, keberadaan yang sempurna yang ada di luar saya tidak akan menemui saya, artinya ada dunia materiil lain yang keberadaannya tidak diragukan, bahkan sempurna.

5.      Manusia
Menurut Abidin (2003: 48) menyatakan bahwa, Descartes memandang manusia sebagai makhluk dualitas. Manusia terdiri dari dua substansi: jiwa dan tubuh. Jiwa adalah pemikiran dan tubuh adalah keluasan. Sebenarnya, tubuh tidak lain dari suatu mesin yang dijalankan oleh jiwa. Karena setiap substansi yang satu sama sekali terpisah dari substansi yang lain, sudah nyata bahwa Descartes menganut suatu dualisme tentang manusia. Itulah sebabnya, Descartes mempunyai banyak kesulitan untuk mengartikan pengaruh tubuh atas jiwa dan sebaliknya, pengaruh jiwa atas tubuh. Kali ini beliau mengatakan bahwa kontak antara tubuh dan jiwa berlangsung dalam grandula pinealis (sebuah kelenjar kecil yang letaknya di bawah otak kecil). Akan tetapi, akhirnya pemecahan ini tidak memadai bagi Descartes sendiri. 


DAFTAR SUMBER 
https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/09/21/filsafat-rene-descartes/
http://gedeagastya.blogspot.co.id/2013/07/rene-descartes-kajian-tentang-riwayat.html